Keputusan Gubernur Tanpa Musyawarah : Proyek Industri Bukit Bandar Diduga Sarat Kepentingan Kelompok

Jagok.co | Tajam, Berimbang, Berani

Keputusan Gubernur Tanpa Musyawarah : Proyek Industri Bukit Bandar Diduga Sarat Kepentingan Kelompok

Pekanbaru, Jagok.co — Penunjukan Tim Percepatan Pembangunan Kawasan Industri Bukit Bandar oleh Gubernur Riau, Abdul Wahid, menuai kritik tajam. Surat Keputusan Gubernur Riau Nomor: KPTS.355/IV/2025 yang ditandatangani pada 29 April 2025 itu dinilai tidak mencerminkan semangat musyawarah untuk mufakat serta jauh dari prinsip keadilan politik.

Thabrani Al-Indragiri, tokoh yang dikenal vokal terhadap kebijakan pembangunan di Riau, menyayangkan keputusan Wahid yang dianggap tertutup dan tidak melibatkan koordinasi menyeluruh dengan pihak-pihak terkait, khususnya unsur pemerintahan yang sah.

“Kita sama-sama tahu, Abdul Wahid tidak duduk sendiri di kursi Gubernur. Ada peran besar partai-partai pengusung selain PKB — ada PDI-P, NasDem, dan PBB. Tapi kalau kita lihat nama-nama dalam surat itu, semuanya orang PKB dan kroni-kroninya. Ini keputusan yang sangat disayangkan,” tegas Thabrani, Sabtu (11/5).

Dari sebelas nama yang tercantum dalam surat keputusan, mayoritas berasal dari lingkaran politik yang identik dengan satu partai. Bahkan, keterlibatan Wakil Gubernur Riau, SF Hariyanto, hanya sebatas gelar "Pengarah", tanpa peran aktif maupun pengambilan keputusan dalam tim.

“Pertanyaannya: di mana peran SF Hariyanto? Seolah-olah beliau hanya mendorong mobil mogok, setelah hidup ditinggal jalan sendiri. Ini bukan praktik pemerintahan yang bermarwah,” lanjut Thabrani dengan nada kecewa.

Kawasan Industri Bukit Bandar sendiri digadang-gadang sebagai proyek strategis yang akan membawa perubahan besar dalam tata kelola industri di Riau. Namun bila sejak awal proses perencanaan sudah tertutup dan eksklusif, publik patut bertanya: apakah pembangunan ini untuk rakyat Riau, atau untuk kelompok tertentu?

“Kalau pembangunan ini hanya jadi ruang eksklusif untuk satu gerbong politik saja, maka kita patut curiga. Politik pembangunan tidak boleh jadi alat balas budi, apalagi balas jasa. Riau ini milik semua, bukan milik segelintir,” ujar Thabrani.

Dirinya juga menegaskan pentingnya mengembalikan semangat politik Riau ke rel yang benar — musyawarah untuk mufakat, bukan keputusan satu arah yang hanya menguntungkan kelompok tertentu.

“Kita butuh Riau yang bermarwah, bukan Riau yang jadi lahan bancakan. Kritik ini bukan untuk menjatuhkan, tapi untuk mengingatkan agar arah pembangunan tetap pada jalan keadilan. Ini bukan soal suka atau tidak suka, ini soal komitmen pada rakyat,” pungkasnya.

Thabrani dan masyarakat Riau akan terus mengawal proses pembangunan Kawasan Industri Bukit Bandar dan membuka ruang bagi semua pihak untuk menyampaikan pendapat demi Riau yang adil, inklusif, dan bermartabat.

Jagok.co | Tajam, Berimbang, Berani

( Ramlie )