DPR Hentikan Gaji dan Tunjangan 5 Anggota Nonaktif: Sahroni, Nafa, Eko, Uya, Adies
Pimpinan DPR RI resmi setujui penghentian gaji dan tunjangan lima anggota DPR nonaktif: Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya, dan Adies Kadir. Keputusan diambil setelah gelombang kecaman publik terkait kontroversi tunjangan jumbo dan sikap anggota dewan yang dinilai melukai hati rakyat.
JAGOK.CO - JAKARTA – Gelombang kritik publik terhadap perilaku sejumlah anggota DPR RI akhirnya berbuah keputusan tegas. Lima anggota DPR RI periode 2024–2029, yakni Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya, dan Adies Kadir, resmi dinonaktifkan oleh partai politik masing-masing. Tidak hanya kehilangan status keanggotaan aktif, mereka juga dipastikan tidak lagi menerima gaji pokok, tunjangan, serta fasilitas kedewanan yang selama ini melekat pada jabatan wakil rakyat.
Keputusan ini diumumkan setelah sikap dan pernyataan kontroversial kelima legislator tersebut dinilai melukai hati rakyat dan memicu gelombang demonstrasi di berbagai daerah. Publik menilai komentar mereka mengenai tunjangan jumbo DPR—terutama tunjangan perumahan Rp50 juta per bulan—telah menambah bara di tengah ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif.
Landasan Hukum dan Polemik Tunjangan
Sebelumnya, publik mempertanyakan status gaji dan tunjangan bagi anggota DPR yang diberhentikan sementara. Pasal 19 ayat 4 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib menyebutkan bahwa anggota yang dinonaktifkan tetap memperoleh hak keuangan sesuai ketentuan perundang-undangan. Namun, tekanan masyarakat yang terus menguat membuat pimpinan DPR RI, fraksi, hingga Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) mengambil langkah berbeda: memutus arus gaji dan fasilitas.
Hak keuangan yang biasanya diterima anggota DPR mencakup gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan, komunikasi, serta beras. Kini, seluruh hak itu dihentikan bagi kelima anggota nonaktif.
Sikap Tegas Fraksi Partai
Langkah ini bermula dari sikap partai masing-masing:
-
Fraksi NasDem melalui ketuanya, Viktor Bungtilu Laiskodat, menegaskan bahwa Sahroni dan Nafa Urbach tidak lagi layak menerima gaji dan tunjangan. "Ini bagian dari penegakan integritas dan mekanisme partai," ujarnya.
-
Fraksi PAN juga meminta pemberhentian fasilitas bagi Eko Patrio dan Uya Kuya. Ketua Fraksi PAN, Putri Zulkifli Hasan, menyebut langkah itu bentuk tanggung jawab menjaga akuntabilitas dan kepercayaan publik.
-
Fraksi Golkar melalui Muhammad Sarmuji menilai penghentian hak keuangan Adies Kadir adalah konsekuensi logis dari status nonaktif.
MKD Surati Sekjen DPR
Ketua MKD DPR RI, Nazaruddin Dek Gam, menindaklanjuti penonaktifan tersebut dengan menyurati Sekretariat Jenderal DPR RI agar segera menghentikan gaji dan tunjangan kelima anggota dewan. "Surat sudah kami kirim, dan pimpinan DPR menyetujui," tegas Dek Gam, Rabu (3/9/2025).
Sekretaris Jenderal DPR RI, Indra Iskandar, membenarkan penerimaan surat itu. Ia menambahkan bahwa Setjen akan mengeksekusi keputusan pimpinan DPR RI. Namun, ia belum memastikan apakah penghentian berlaku permanen atau hanya sementara hingga ada keputusan pergantian antar waktu (PAW).
Gelombang Kecaman Publik
Pernyataan kontroversial para anggota dewan sebelumnya memang memicu amarah masyarakat.
-
Ahmad Sahroni menyebut warganet yang menyerukan pembubaran DPR sebagai “orang tolol se-dunia” saat kunjungan kerja di Medan (22/8/2025).
-
Nafa Urbach terang-terangan mendukung tunjangan perumahan Rp50 juta dengan alasan agar bisa menyewa rumah di sekitar Kompleks Parlemen.
Komentar-komentar tersebut justru menyulut aksi unjuk rasa besar di Jakarta dan sejumlah daerah lain pada akhir Agustus 2025. Situasi makin panas pasca-insiden kendaraan taktis Brimob yang menewaskan pengemudi ojek online, sehingga kepercayaan publik terhadap DPR RI kian merosot.
Potensi Jumlah Anggota Nonaktif Bertambah
Dek Gam menegaskan, surat MKD tidak hanya berlaku untuk lima nama tersebut. Ke depan, jumlah anggota DPR RI yang nonaktif bisa bertambah, tergantung pada laporan partai politik dan temuan di lapangan. "Pokoknya, siapa pun yang sudah dinonaktifkan partainya, MKD akan mendalami dan meminta penghentian hak keuangan mereka," ujarnya.
Momentum Reformasi DPR?
Kemarahan publik atas isu tunjangan jumbo DPR dan sikap elitis sebagian anggota dewan kini menjadi ujian bagi lembaga legislatif. Ketua DPR RI Puan Maharani bahkan menyatakan siap memimpin reformasi internal, termasuk moratorium tunjangan rumah dan evaluasi perjalanan dinas luar negeri.
Namun, publik masih menunggu langkah nyata. Penghentian gaji dan tunjangan bagi lima anggota DPR nonaktif dinilai baru langkah awal. Rakyat menuntut adanya transparansi, akuntabilitas, dan perombakan menyeluruh agar DPR kembali dipercaya sebagai representasi suara rakyat.
Kesimpulan
Kasus penonaktifan Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya, dan Adies Kadir menjadi preseden penting dalam sejarah DPR RI. Untuk pertama kalinya, partai politik bersama DPR RI sepakat menghentikan hak keuangan anggota yang kehilangan legitimasi moral di mata rakyat.
Meski begitu, pertanyaan besar masih menggantung: apakah kebijakan ini permanen atau hanya penenang sesaat? Publik kini menanti konsistensi DPR RI dalam menindaklanjuti janji reformasi, agar lembaga legislatif benar-benar berdiri sebagai simbol kedaulatan rakyat, bukan sekadar rumah bagi segelintir elit politik.






















