Kasus Anak DPR Aniaya Pacar: Vonis Ringan, Remisi HUT RI-80
Kronologi lengkap kasus tragis Ronald Tannur, anak DPR RI yang aniaya pacarnya hingga tewas. Dari bukti CCTV, vonis bebas penuh suap, hingga remisi HUT RI-80 yang memicu kemarahan publik.
JAGOK.CO – Kasus penganiayaan dan pembunuhan terhadap Dini Novita (29 tahun) yang dilakukan oleh Ronald Gregorius Tannur, anak anggota DPR RI Fraksi PKB, Edward Tannur, menjadi salah satu potret kelam penegakan hukum di Indonesia. Tragedi ini tak hanya menyisakan luka mendalam bagi keluarga korban, tetapi juga membuka borok busuknya mafia peradilan di negeri ini.
Alih-alih mendapatkan keadilan, kasus ini justru dipenuhi drama hukum: mulai dari vonis bebas yang sarat kejanggalan, suap miliaran rupiah kepada hakim, hingga potongan hukuman bersyarat saat HUT RI ke-80.
Tak sedikit publik yang menilai, pengadilan pidana di Indonesia bukan lagi tempat mencari keadilan, melainkan pasar transaksi hukum.
Babak I: Cinta yang Tampak Indah, Berujung Maut
Ronald bukan orang biasa. Ia anak pejabat tinggi, punya akses, harta, dan jaringan kuat. Sementara Dini hanyalah perempuan sederhana yang jatuh cinta, percaya bahwa kasih sayang bisa mengubah tabiat pasangan.
Namun, hubungan itu penuh bentakan, kekerasan, dan kontrol berlebihan. Teman-teman dekat Dini sudah menyadari tanda-tanda toxic relationship tersebut. Sayangnya, seperti banyak perempuan lain, Dini masih yakin cinta bisa menaklukkan amarah.
Hingga malam 3 Oktober 2023 menjadi malam terakhir dalam hidupnya.
Babak II: Malam Kematian di Blackhole KTV Surabaya
Lokasi kejadian: Blackhole KTV, Surabaya.
Rekaman CCTV memperlihatkan detik-detik horor:
-
Ronald menyeret dan menendang Dini.
-
Ronald memaksa korban masuk mobil.
-
Kekerasan berlanjut di dalam kendaraan.
Hasil visum menyebutkan:
-
Tulang rusuk patah,
-
Ginjal pecah,
-
Luka di kepala, wajah, hingga perut.
Dokter forensik menegaskan: ini bukan kecelakaan, melainkan penganiayaan berat.
Beberapa jam setelah dilarikan ke rumah sakit, Dini menghembuskan napas terakhir.
Babak III: Bukti Lengkap, Harapan Keadilan
Polisi sebenarnya sudah memiliki bukti kuat:
-
Rekaman CCTV ✅
-
Kesaksian saksi mata ✅
-
Percakapan pribadi ✅
-
Hasil visum ✅
Publik saat itu berharap, kasus ini bisa menjadi contoh bahwa hukum bisa tegak berdiri, meski pelaku adalah anak pejabat.
Namun kenyataan berkata lain.
Babak IV: Vonis Bebas dan Bau Busuk Mafia Peradilan
Majelis Hakim PN Surabaya yang dipimpin oleh Heru Hanindyo, Erintuah Damanik, dan Mangapul Manalu memutuskan Ronald bebas.
Alasan mereka:
-
Tidak ada bukti langsung,
-
Cedera korban dianggap bisa terjadi secara tidak sengaja.
Putusan ini memicu kemarahan publik. Media sosial meledak dengan tagar-tagar protes. Keluarga korban menangis di depan kamera. Netizen menilai, putusan ini penghinaan terhadap korban dan keadilan.
Babak V: Skandal Terbongkar – Hakim dan Pengacara Terjerat Suap
Akhir 2024, penyelidikan KPK dan Kejaksaan Agung membuktikan dugaan publik. Tiga hakim yang menangani kasus ini ditangkap, rumah mereka digeledah, dan ditemukan suap sebesar Rp 4,6 miliar.
Pelaku suap di antaranya:
-
Lisa Rachmat (pengacara Ronald),
-
Meirizka Widjaja (ibu Ronald),
-
Adik Ronald,
-
Zarof Ricar, makelar kasus sekaligus eks staf MA.
Akhirnya, putusan bebas dibatalkan. Namun, skandal ini makin menegaskan bahwa mafia peradilan memang nyata.
Babak VI: Vonis Ringan, Potongan Hukuman di HUT RI
Meski skandal terbongkar, hukuman Ronald tetap ringan: 5 tahun penjara.
Bandingkan:
-
Hakim dan pengacara yang menyuap divonis 11 tahun.
-
Ronald, pelaku penganiayaan hingga menghilangkan nyawa, hanya 5 tahun.
Ironisnya, pada peringatan HUT RI ke-80, Ronald bahkan mendapat remisi 4 bulan. Artinya, hukuman penjara yang seharusnya menebus nyawa Dini semakin dipangkas.
Bagi publik, ini adalah komedi gelap hukum Indonesia: nyawa seorang perempuan muda seolah hanya seharga beberapa tahun kurungan.
Hukum yang Mati, Keadilan yang Viral
Kasus ini membuktikan bahwa keadilan di Indonesia sering baru hadir jika kasus viral di media sosial. Jika tidak ada desakan publik, Ronald mungkin tetap bebas berkeliaran, sementara kematian Dini hanya menjadi catatan berita sehari.
Fenomena ini menegaskan: hukum di negeri ini rapuh, penuh transaksi, dan sangat jauh dari rasa keadilan masyarakat.
Kesimpulan: Saatnya Evaluasi Sistem Hukum
Kasus Ronald Tannur membuka mata kita bahwa masalahnya bukan hanya pada oknum hakim, jaksa, atau pengacara. Masalahnya ada pada sistem hukum yang keropos.
Publik butuh sistem yang tegas, adil, dan tak bisa dibeli. Sistem yang memastikan bahwa pembunuhan dibalas setimpal, tanpa pandang bulu.
Tanpa itu, tragedi seperti Dini hanya akan berulang, dan korban perempuan akan terus menjadi angka dalam statistik kekerasan.
Catatan Redaksi JAGOK.CO:
Kasus ini menjadi pengingat bahwa mafia peradilan nyata adanya. Ketika hukum tak lagi berpihak pada korban, masyarakatlah yang harus bersuara.
Mari terus kawal, jangan biarkan keadilan hanya hadir di layar kamera, tapi benar-benar hidup di ruang sidang.
Ikuti JAGOK.CO dan kanal Ngopidiyyah untuk update kasus hukum, kriminal, dan investigasi terkini. Jangan lupa bagikan artikel ini agar semakin banyak yang peduli, karena diam berarti ikut melanggengkan ketidakadilan.






















