PT ITA Tegaskan Komitmen Dukung Kepentingan Meranti dan Keberlanjutan Migas
PT Imbang Tata Alam (ITA) menegaskan dukungan terhadap kepentingan Kabupaten Kepulauan Meranti dan keberlanjutan operasi migas di Blok Malacca Strait. Simak alasan di balik kesepakatan PI 3 persen dan dampak ekonominya bagi daerah.
JAGOK.CO – Kepulauan Meranti. PT Imbang Tata Alam (ITA) menegaskan komitmen kuatnya untuk mendukung kepentingan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti sekaligus memastikan keberlanjutan operasi minyak dan gas bumi (migas) di Wilayah Kerja (WK) Malacca Strait. Pernyataan ini menjadi jawaban atas maraknya isu terkait besaran Participating Interest (PI) yang tengah menjadi sorotan publik di Riau.
Penegasan itu disampaikan oleh VP Operation Sumatra EMP, Yoyok S. Purwanto, yang juga membawahi operasional PT ITA. Ia menjelaskan alasan teknis dan ekonomis mengapa porsi PI untuk BUMD PT Riau Petroleum Malacca Strait (RPMS) ditetapkan sebesar 3 persen, bukan 10 persen seperti yang sering diasumsikan.
“Wilayah Kerja Malacca Strait adalah lapangan tua dengan tingkat produksi menurun. Untuk menjaga keekonomian lapangan, dibutuhkan investasi besar agar operasi tetap berkelanjutan dan stabilitas produksi terjaga. Selain itu, PT ITA juga terus mendorong eksplorasi cadangan migas baru agar industri ini tetap hidup dan produktif,” jelas Yoyok.
Pertimbangan Ekonomi dan Perlindungan BUMD
Lebih lanjut, Yoyok menegaskan bahwa struktur kesepakatan PI tersebut juga mempertimbangkan perlindungan terhadap BUMD agar tidak terdampak signifikan apabila terjadi kerugian besar di wilayah kerja migas. Menurutnya, industri hulu migas memiliki karakteristik berisiko tinggi, di mana setiap investasi mengandung ketidakpastian meski sudah mengikuti praktik terbaik (best industry practices).
“Negosiasi dilakukan secara terbuka dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah provinsi, kabupaten, dan BUMD pengelola PI, yakni RPMS,” katanya.
Dalam proses tersebut, para pihak berupaya mencapai kesepakatan seimbang: memperhatikan pendapatan daerah tanpa mengorbankan keberlanjutan operasi, kebutuhan investasi, serta semangat eksplorasi sumber daya energi baru di Blok Malacca Strait.
“Hasil akhirnya, disepakati porsi PI sebesar 3 persen sebagai hasil musyawarah dan pertimbangan menyeluruh,” ujarnya menegaskan.
Sesuai Ketentuan Permen ESDM Nomor 37 Tahun 2016
Yoyok menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 37 Tahun 2016, kewajiban PI bagi BUMD maksimal 10 persen. Namun, angka itu bersifat “maksimal”, bukan wajib mutlak, dan dilaksanakan melalui skema pembiayaan terlebih dahulu oleh kontraktor kontrak kerja sama (K3S).
“Dengan berbagai pertimbangan teknis dan keekonomian lapangan, semua pihak akhirnya sepakat bahwa angka 3 persen adalah proporsional dan realistis,” kata Yoyok.
Ia menambahkan, kesepakatan ini menjadi jalan tengah agar PT ITA tetap mampu berinvestasi optimal serta menjaga keberlanjutan operasi lapangan migas yang sudah menua di wilayah tersebut.
Tahapan Administratif dan Proses Persetujuan
Menjawab pertanyaan terkait penyaluran PI 3 persen yang belum terealisasi pada 2025–2026, Yoyok menjelaskan bahwa prosesnya harus melalui tahapan administratif sesuai Permen ESDM Nomor 37 Tahun 2016. Saat ini, berkas pengalihan PI BUMD telah disampaikan ke SKK Migas, dan tengah menunggu verifikasi Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) serta persetujuan resmi Menteri ESDM.
“Persetujuan itu menjadi dasar hukum pemberlakuan PI BUMD. Setelah seluruh proses selesai, barulah penyaluran PI dapat direalisasikan sesuai ketentuan,” jelasnya.
Menurut Yoyok, tahapan tersebut merupakan bentuk kehati-hatian pemerintah dan PT ITA agar proses berlangsung transparan, akuntabel, serta memenuhi prinsip good governance.
“Meski begitu, tanggal efektif pengalihan PI tetap dihitung sejak 1 Januari 2024, sebagaimana tertuang dalam berita acara kesepakatan,” tambahnya.
Tantangan Investasi dan Kondisi Keuangan PT ITA
Lebih jauh, Yoyok mengakui bahwa arus kas PT ITA saat ini masih negatif. Hal itu disebabkan oleh karakteristik operasi yang tersebar di wilayah darat (onshore) dan laut (offshore) terpencil, ditambah biaya tinggi untuk perawatan fasilitas tua dan kebutuhan investasi pengeboran lapangan baru.
“Operasi migas di lapangan tua memerlukan biaya besar untuk pemeliharaan dan peremajaan fasilitas. Selain itu, fluktuasi harga minyak sangat memengaruhi pendapatan perusahaan,” ujarnya.
Untuk itu, PT ITA terus melakukan berbagai langkah strategis seperti peningkatan produksi melalui pengeboran sumur baru, pemeliharaan sumur eksisting, dan optimalisasi biaya operasi.
“Tujuan akhirnya adalah keberlanjutan produksi dan menjaga kontribusi sektor migas terhadap perekonomian daerah maupun nasional,” tegas Yoyok.
Menjawab isu soal laporan keuangan, Yoyok memastikan bahwa seluruh kegiatan operasi PT ITA dilaksanakan sesuai kaidah best practice industri migas. Setiap tahun, PT ITA menyusun dan menyerahkan Work Program and Budget (WP&B) kepada pemerintah melalui SKK Migas untuk mendapatkan persetujuan resmi.
“Seluruh transaksi keuangan dicatat dan dilaporkan secara berkala. Bahkan diaudit bersama oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), BPKP, dan SKK Migas untuk memastikan transparansi dan kepatuhan,” katanya.
Yoyok juga mengungkap bahwa selama arus kas masih negatif, PT ITA memberikan kompensasi Rp 500 juta per tahun kepada RPMS untuk mendukung biaya operasional BUMD tersebut. “Kompensasi ini merupakan bagian dari hasil kesepakatan PI dan bentuk tanggung jawab perusahaan,” ungkapnya.
Multiplier Effect: Dampak Nyata bagi Perekonomian Meranti
Di luar persoalan PI, Yoyok menekankan agar masyarakat melihat peran PT ITA secara lebih luas. Kehadiran perusahaan di Kepulauan Meranti telah memberi multiplier effect signifikan terhadap perekonomian daerah.
“Selain Dana Bagi Hasil (DBH) Migas dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Migas, kami juga melaksanakan Program Pengembangan Masyarakat (PPM/CSR) dan melibatkan banyak kontraktor lokal dalam rantai pasok migas,” ujarnya.
Hingga kini, tercatat 17 perusahaan lokal aktif menjadi mitra bisnis PT ITA, membuka peluang usaha dan lapangan kerja bagi masyarakat. Dari sisi ketenagakerjaan, 77 persen pekerja terampil PT ITA berasal dari Kepulauan Meranti, sebuah capaian besar dalam pemberdayaan SDM daerah.
“Selain itu, fasilitas umum seperti jalan dan jembatan hasil dukungan operasi PT ITA juga dimanfaatkan masyarakat luas, memperlancar mobilitas dan pertumbuhan ekonomi lokal,” pungkas Yoyok.
Reporter: Defriyanto Meranti
Editor: Thab212






















